Bandar Lampung – (GS) – Gubernur Arinal memberikan sambutan pada acara Coffe Morning dengan tema Peningkatan Produktivitas dan Hilirisasi Kakau dan Ubi Kayu di Provinsi Lampung di kantor perwakilan Bank Indonesia, Provinsi Lampung.
Dalam sambutannya Gubernur Arinal mengungkapkan, “Saya ingin kedepan dalam agenda ini kita dapat menyamakan presepsi seluruh kalangan,dan berharap ada saran dari pengusaha dan ilmuan dalam peningkatan produktivitasn hasil tani dan juga dapat meningkatkan perekonomian bagi petani kopi dan kakau, agar petani mendapat harga terbaik,” tuturnya.
Lanjutnya, Lampung ekonomi kerakyataannya harus bangkit. Saya minta kepada pengusaha yang terkait dengan aktifitas ini dapat berperan aktif, banyak pengusaha ubi dan kakau yang tidak hadir dalam acara ini, karena dibutuhkan sinergi yang baik, apabila tidak bisa bersinergi, banyak investor yang ingin ber-investasi dilampung. Karena Lampung termasuk provinsi yang nyaman dan aman untuk berinvestasi.
Kegiatan coffee morning ini juga diharapkan dapat dilaksanakan secara rutin, sehingga tercipta sinergitas antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan Petani.
“Kita akan menginisiasi dan memfasilitasi pertemuan ini karena membangun Lampung harus dilakukan bersama-sama antara Pemerintah, Dunia Usaha, Petani, termasuk para ilmuan didalamnya,” ujar Arinal.
Dalam kesempatan itu, mewakili Dekan Fakultas Pertanian Unila Kuswanta menjelaskan bahwa Lampung merupakan penghasil ubi kayu dunia. Namun, produksi ubi kayu Lampung secara genetik mampu menghasilkan lebih dari 25 ton per hektare
“Secara genetik ubi kayu kita mampu memproduksi lebih dari 25 ton per hektar. Untuk itu kita harus mengupayakan bagaimana tanaman ubi kayu kita dapat seperti yang diharapkan,” jelas Kuswanta.
Menurut Kuswanta, salah satu yang menjadi permasalahan kurangnya hasil produktivitas ubi kayu petani adalah terkait pengaturan waktu tanam, dan kurangnya sinergitas dengan para pengusaha, sehingga kurang sesuainya kapasitas pabrik dengan hasil produktivitas.
“Untuk mengatasi ini maka diperlukan regulasi antara petani dan pengusaha,” jelasnya.
Sementara itu, petani ubi kayu dari Kabupaten Tulang Bawang Lauri menjelaskan bahwa dirinya bersama petani hanya mengetahui bagaimana menghasilkan ubi kayu dengan maksimal, dengan melakukan pengolahan lahan, dan penggunaan pupuk. Selama ini hanya mampu menghasilkan 25 ton per hektare.
“Kami hanya mengupayakan itu, belum mampu memaksimalkan hasil ubi kayu dengan maksimal. Untuk itu, kami para petani berharap adanya pembinaan dari dinas terkait dan para pengusaha, sehingga kami mampu memaksimalkan produktivitas, dan mendapatkan harga jual yang tinggi,” jelas Lauri.
Sedangkan Riswanto, petani kakao dan Pendiri Pusat Pelatihan Pertanian Swadaya (P4S) di desa Banjar Agung, Kecamatan. Sekampung Udik, Lampung Timur, menjelaskan bahwa peran Pemerintah sangat besar dalam pengembangan kakao. Di antaranya melalui program intensifikasi, reabilitas, dan reflanting. Namun yang menjadi kelemahan ketika Pemerintah mendorong penyaluran bibit yang kurang tepat pada saat musim tanam.
“Secara umum, umur kakao di Lampung juga sudah tua yaitu di atas 20 tahun, sehingga tidak mungkin bisa mempertahankan kondisi karena produktivitas yang menurun,” kata Riswanto.
Penurunan produktivitas ini, lanjut Riswanto, juga disebabkan tingginya hama penyakit, alih fungsi lahan, dan minat petani muda untuk bertani kakao.
Untuk itu, menurutnya, diperlukan dukungan Pemerintah untuk meningkatkan produktivitas kakao, termasuk pengembangan sumber daya manusianya.
Penulis : Sandy