Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar rapat koordinasi pengendalian inflasi secara virtual di Ruang Rapat Utama (OR) Setda Kota Metro pada Senin (04/09/2023). Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Rapat ini diikuti oleh Jajaran Pemerintah Kota Metro, dan para pemangku kebijakan serta OPD terkait.Tito menyimpulkan bahwa di bulan Agustus 2023 dibanding Agustus tahun 2022 mengalami kenaikan sebesar 0,19 persen, hal ini terjadi karena di tahun yang lalu kenaikan BBM karena adanya penyesuaian dengan dunia yang mengakibatkan inflasi.
“Angka inflasi kita Jumat lalu untuk tahun ke tahun sebesar 3,27 persen lebih tinggi dari bulan Juli lalu sebesar 3,08 persen. Tetapi sebetulnya terjadi deflasi jika kita lihat dari bulan Juli sampai dengan bulan Agustus sebesar -0,02 persen,” ucap Tito.Pada bulan Agustus 2023 menurut wilayah ada 46 kota mengalami deflasi dan 44 kota mengalami inflasi.
Sementara itu, Plt.Kepala BPS Pusat Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan salah satu penyebab kenaikan angka inflasi dipicu karena adanya “base effect”. “Dimana bulan September tahun 2022 ada kenaikan harga BBM, sedangkan di bulan Agustus 2022 belum ada kenaikan harga, padahal di bulan Agustus 2023 tahun ini kita sudah terkena dampak harga yang sudah lebih tinggi dibandingkan tahun lalu sehinnga tercermin salah satu penyumbang inflasi yaitu di bidang transportasi,” jelas Amalia.Dirinya juga mengatakan bahwa inflasi yang tertinggi di sektor transportasi yaitu 9,65 persen, kemudian dari makanan minuman karena ada bahan komoditas yang sedang meningkat dan juga dari bidang pendidikan yaitu sebesar 2,07 persen, hal ini terjadi dikarenakan pada bulan Juli dan Agustus adalah masa jatuh tempo pembayaran sekolah baik tingkat SD sampai perguruan tinggi.
Untuk komoditas yang memberikan kontribusi terhadap deflasi pada bulan Agustus 2023 adalah daging ayam ras, telur ayam ras, bawang merah, dan kacang panjang, untuk bawang merah hampir diseluruh kota inflasi mengalami deflasi .Amalia juga memaparkan, komoditas yang memberikan kontribusi inflasi yaitu beras dan Sekolah Menengah Atas terutama di wilayah Sumatera, kemudian di pulau Jawa yaitu beras dan ikan yang diawetkan di Kalimantan ada tarif angkutan udara dan sewa rumah, di Sulawesi yaitu tarif angkutan udara dan cabe rawit, di Nusa Tenggara dan Bali yaitu ikan segar dan tomat serta di Papua yaitu ikan segar dan bayam.
Direktur PT. Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan pihaknya terus melakukan pemantauan terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) dan gas Elpiji karena terlihat dari transportasi dan rumah tangga dan menjadi salah satu penyumbang inflasi tersebut.
“Pada tahun 2022 lalu terjadi kenaikan harga minyak yang sangat besar, jadi jika kita lihat di akhir tahun 2021 itu sebesar 73 dolar /barel itu naik terus sampai ke angka 120 dolar /barel,” katanya.Beliau juga menyatakab bahwa sebelumnya pemerintah mencoba tidak menaikkan harga, akan tetapi pada per 3 September 2022 pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM untuk PSO.
Angka subsidi untuk PSO mencapai 300 triliun kemudian pemerintah memutuskan untuk menaikkan solar yang sebelumnya 5.150 rupiah/liter dinaikkan menjadi 6.450/liter, demikian juga untuk pertalite dari 7.650/liter dinaikan menjadi 10 ribu rupiah/liter.“Kami mencoba untuk menahan kenaikan harga minyak selama 8 bulan hanya untuk pertamax karena pertamax tidak disubsidi, pertamina mensubsidi minyak sebanyak 10 triliun rupiah karena bukan hanya menjaga yang baik PSO, non PSO ataupun pertamax karena ini dekat sekali dengan pertalite,” paparnya.Dirjen Perhubungan Darat Kementrian Perhubungan RI, Hendro Sugiyatno menyimpulkan penyebab terjadinya angka inflasi di transportasi udara di bulan Agustus 2023.
“Terkait penyebab naiknya tarif angkutan udara yang menjadi salah satu penyumbang inflasi yaitu kondisi industri penerbangan secara global sedang terkontaminasi yang diakibatkan kenaikan harga aftur, kelangkaan pesawat, dan terhambatnya rantai pasok suku cadang, sehingga tarif angkutan udara cenderung naik,” jelasnya.
Beliau juga menerangkan, secara nasional, jumlah armada pesawat yang belum pulih turut berkontribusi atas terbatasnya suplai kapasitas di sejumlah rute, dan terkonsentrasinya penyediaan kapasitas oleh sejumlah kecil operator mengakibatkan tingkat persaingan yang rendah di sejumlah rute yang memicu kenaikan harga. (Adv)