Gema Samudra, Daerah, Lampung
Lampung Tengah | Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah Taufik Rahman hanya tertunduk saat membacakan pledoinya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/7).
Taufik dituntut 2 tahun 6 bulan penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa menilai Taufik terbukti memberi atau menjanjikan sesuatu sebesar Rp 9,6 miliar kepada anggota DPRD Lampung Tengah periode 2014-2019. “Saya mengakui bersalah telah melakukan perbuatan korupsi tersebut. Bahkan saya ikut terjerumus menikmatinya memang saya menggunakan sebagian uang untuk membeli sebuah mobil honda CRV,” ujar Taufik Rahman.
“Namun sejujurnya itu bukan karena niat saya menyalahgunakan jabatan dan kewenangan tapi merupakan cara mengamankan sisa uang yang masih ada sehingga apabila bupati telah cuti dan sewaktu-waktu diperlukan, berupa uang tunai maka bisa dilikuidasi dengan menjualnya,” ujar Taufik Rahman.
“Mobil tersebut sudah saya serahkan kepada KPK termasuk sejumlah uang yang juga telah saya serahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi sejumlah Rp 330 juta,” imbuhnya. Lebih lanjut, Taufik Rahman juga berharap agar dalam putusan nanti dirinya bisa diputus menjalani hukuman penjara di Lapas Rajabasa Lampung.
“Saya minta nanti menjalani hukuman di Lapas Rajabasa agar tetap bisa membimbing anak-anak saya meski hanya dalam tahanan, setidaknya mereka bisa setiap saat mengunjungi saya sesuai dengan ketentuan berlaku,” paparnya.
Tersangka Bupati Lampung Tengah Mustafa bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK Jakarta, Jumat (23/2/2018). Mustafa diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah J Natalis Sinaga terkait kasus suap persetujuan pinjaman daerah untuk APBD Kabupaten Lampung Tengah TA 2018.
Kasus yang membelit Bupati nonaktif Lampung Tengah Mustafa memasuki babak baru. Mustafa dituntut 4,5 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK). Mustafa juga dituntut membayar denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
“Kami menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” ujar jaksa KPK M Asri Irwan saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/7/2018).
Dalam pertimbangan, jaksa menilai perbuatan Mustafa tidak mendukung pemerintah dan masyarakat yang sedang giat memberantas korupsi. Perbuatan Mustafa juga menciderai tatanan birokrasi pemerintahan yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Selain itu, Mustafa selaku bupati tidak memberikan contoh yang baik pada bawahan dan masyarakat. Menurut jaksa, Mustafa terbukti menyuap beberapa anggota DPRD Lampung Tengah sejumlah Rp 9,6 miliar.
Penyuapan itu dilakuan bersama-sama Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah, Taufik Rahman. Sejumlah anggota DPRD Lampung Tengah periode 2014-2019 yang disebut menerima suap yakni, Natalis Sinaga, Rusliyanto, Achmad Junaidi Sunardi, Raden Zugiri.
Kemudian, Bunyana dan Zainuddin Menurut jaksa, pemberian uang tersebut bertujuan agar anggota DPRD tersebut memberikan persetujuan terhadap rencana pinjaman daerah Kabupaten Lampung Tengah kepada PT Sarana Muti Infrastruktur (Persero) sebesar Rp 300 miliar pada tahun anggaran 2018.
Kemudian, agar anggota DPRD menandatangani surat pernyataan kesediaan Pimpinan DPRD untuk dilakukan pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil Lampung Tengah dalam hal terjadi gagal bayar.
Awalnya, guna keperluan pembangunan infrastruktur berupa ruas jalan dan jembatan, Pemkab Lampung berkeinginan meminjam uang Rp 300 miliar kepada PT SMI. Kemudian, untuk memenuhi syarat pinjaman daerah, dibutuhkan persetujuan dari DPRD.
Namun, pada saat pembahasan anggaran, hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyatakan setuju. Sementara, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Demokrat, Fraksi Gerindra, Fraksi PKB dan Fraksi Golkar menyatakan tidak setuju. Menurut jaksa, Mustafa melakukan komunikasi mengenai permintaan persetujuan anggota DPRD tersebut.
Namun, anggota DPRD yang diwakili Natalis Sinaga mengajukan permintaan uang kepada Mustafa. Selanjutnya, Mustafa memerintahkan Taufik Rahman selaku kepala dinas untuk mengumpulkan uang suap dari para rekanan yang akan mengerjakan proyek Pemkab pada tahun 2018.
Menurut jaksa, disepakati bahwa uang suap akan diberikan kepada para pimpinan DPRD, masing-masing ketua fraksi dan anggota DPRD. Mustafa dinilai melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
red
Facebook Comments Box