BANDAR LAMPUNG (GS) — Penanganan laporan dugaan pelanggaran disiplin aparat kepolisian kembali menuai sorotan. Seorang warga bernama Aprohan Saputra menyatakan kekecewaannya atas keputusan Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Lampung yang menghentikan laporan dugaan pelanggaran disiplin dan kode etik oleh personel Satlantas Polres Way Kanan.
Kekecewaan tersebut muncul setelah Aprohan menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan Propam (SP2HP-2) bernomor B/507/XII/2025/Propam, tertanggal 17 Desember 2025. Dalam surat itu, Propam menyatakan laporan yang diajukan tidak dapat dilanjutkan karena belum ditemukan adanya pelanggaran disiplin maupun kode etik profesi Polri.
Surat tersebut ditandatangani Kasubbid Paminal Propam Polda Lampung AKBP Yonirizal Khova, SH, dan menyebutkan kesimpulan diperoleh setelah dilakukan penyelidikan serta gelar perkara.
“Setelah dilakukan penyelidikan dengan seksama dan gelar perkara, disimpulkan belum ditemukan adanya pelanggaran Disiplin/Kode Etik Profesi Polri yang dilakukan personel Satlantas Polres Way Kanan,” demikian kutipan isi SP2HP-2.
SP2HP-2 itu juga merujuk sejumlah dasar hukum, antara lain Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Kapolri Nomor 13 Tahun 2016 tentang Pengamanan Internal di Lingkungan Polri, serta Surat Perintah Kapolda Lampung Nomor Sprin/2709/XI/HUK.6.6./2025 tanggal 26 November 2025.
Namun bagi Aprohan, isi surat tersebut justru menyisakan banyak pertanyaan. Ia menilai SP2HP-2 hanya menyampaikan kesimpulan akhir tanpa menjelaskan pertimbangan substantif, indikator pemeriksaan, maupun bagian laporan yang dianggap tidak memenuhi unsur pelanggaran.
“Dalam surat itu hanya disebutkan ‘belum ditemukan pelanggaran, tapi tidak dijelaskan kenapa dan di bagian mana laporan kami dianggap tidak cukup bukti. Ini yang kami pertanyakan,” ujar Aprohan kepada wartawan.
Upaya meminta klarifikasi pun telah dilakukan. Aprohan mengaku berulang kali menghubungi Unit 3 Paminal Propam Polda Lampung melalui komunikasi WhatsApp. Namun, respons yang diterima hanya berupa arahan agar pelapor datang langsung ke kantor Propam jika membutuhkan penjelasan lebih lanjut, tanpa penjelasan tertulis.
Di dalam SP2HP-2 juga ditegaskan bahwa surat tersebut hanya bersifat pemberitahuan kepada pelapor dan tidak dapat dipergunakan untuk kepentingan peradilan. Ketentuan ini, menurut Aprohan, semakin mempersempit ruang kontrol publik terhadap proses pengawasan internal di tubuh Polri.
“Ini bukan semata soal laporan saya. Ini soal transparansi dan akuntabilitas. Kalau masyarakat tidak diberi penjelasan yang layak, lalu ke mana lagi harus mengadu?” tegasnya.
Aprohan menyatakan akan membuka persoalan ini ke ruang publik dan media agar masyarakat dapat menilai sendiri bagaimana mekanisme pengawasan internal kepolisian dijalankan. Menurutnya, Propam memiliki posisi strategis sebagai penjaga etik, disiplin, dan marwah institusi Polri.
Ia juga mengungkapkan telah mencoba membuka jalur klarifikasi melalui Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Yuni Iswandari Yuyun, S.I.K., M.H. Namun, ia diarahkan untuk mengonfirmasi langsung kepada Kabid Propam Polda Lampung Kombes Pol Didik Priyo Sambodo, S.I.K. Sayangnya, hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi tersebut belum mendapatkan respons.
Hingga kini, pihak Propam Polda Lampung belum memberikan keterangan tambahan selain isi resmi SP2HP-2 dan pernyataan singkat agar pelapor datang langsung ke kantor untuk memperoleh penjelasan lebih lanjut.
Kasus ini kembali menegaskan pentingnya keterbukaan informasi, kejelasan argumentasi hukum, serta komunikasi yang transparan dan manusiawi dalam penanganan pengaduan masyarakat. Kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian, banyak pihak menilai, sangat ditentukan oleh sejauh mana pengawasan internal dijalankan secara akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan. (Rls/Red)






