PRINGSEWU — Proyek rekonstruksi jalan Pringsewu–Pardasuka (Link. 034) di Kabupaten Pringsewu, Lampung, menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan kelalaian terhadap aspek keselamatan kerja dan perlindungan lingkungan.
Pekerjaan infrastruktur ini bersumber dari APBD Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2025, dengan nilai kontrak sebesar Rp6.397.000.000 (enam miliar tiga ratus sembilan puluh tujuh juta rupiah). Proyek ini dikerjakan oleh CV. Macita Karya, dengan pengawasan dari konsultan CV. Denmas, dan ditargetkan rampung dalam waktu 160 hari kalender sejak 22 Mei 2025.
Namun, sejak awal pelaksanaan, sejumlah kejanggalan mulai terlihat. Di lapangan, beberapa pekerja tampak beraktivitas tanpa menggunakan alat pelindung diri seperti helm keselamatan dan sepatu boot. Padahal, standar keselamatan dasar seperti ini adalah syarat mutlak dalam setiap kegiatan konstruksi.
Tidak hanya itu, keberadaan batching plant atau tempat produksi beton di lokasi proyek juga menimbulkan tanda tanya. Fasilitas tersebut berdiri hanya sekitar tiga hingga empat meter dari tepi jalan yang sedang dibangun, dan kurang dari 50 meter dari permukiman warga. Tak terlihat pagar pembatas atau sistem pengendalian debu dan limbah.
Seorang warga yang tinggal tak jauh dari lokasi mengaku heran dengan penempatan fasilitas tersebut. “Setahu saya, batching plant itu seharusnya jauh dari permukiman warga agar tidak mengganggu. Tapi ini justru sangat dekat, bahkan tak jauh dari aliran sungai. Tidak ada pagar, dan tidak ada petunjuk apa-apa,” ujar warga tersebut.
Keberadaan proyek di jalur lalu lintas yang cukup padat juga memperbesar risiko. Truk pengangkut material dan alat berat terlihat keluar masuk area proyek tanpa pengaturan lalu lintas, tanpa rambu peringatan, tanpa pagar kerja. Warga dan pengguna jalan seolah dibiarkan menghadapi bahaya begitu saja.
Padahal, regulasi yang mengatur aspek keselamatan dan lingkungan dalam pekerjaan konstruksi sudah sangat jelas. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja serta Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen K3 mewajibkan seluruh pelaksana kegiatan untuk menjamin keselamatan kerja dan perlindungan terhadap masyarakat.
Papan proyek memang mencantumkan logo dan tulisan K3: Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tetapi implementasinya di lapangan jauh panggang dari api. Pengawasan teknis terkesan longgar, dan pelaksanaan proyek berlangsung tanpa rambu-rambu keselamatan yang memadai.
Hingga berita ini ditulis, belum ada keterangan resmi dari Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Lampung selaku pemilik proyek. Upaya konfirmasi kepada pihak rekanan pun belum membuahkan hasil. Di lokasi proyek, tidak terdapat nomor telepon, petunjuk kontak, maupun akses komunikasi resmi. Seorang pekerja yang ditanya mengenai nomor kontraktor juga menolak memberikan informasi apapun. (*)