Korwil Jatim: Holiyadi
PUPUK BERSUBSIDI DISANDERA! Surat Gapoktan Dewi Sri Diduga Jadi Alat Tekanan, Petani dan Kios Desa Jombang Terancam Jadi Korban
Jember, gemasamudra.com – Aroma penyalahgunaan kekuasaan mencuat dari Desa Jombang, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember. Sebuah surat yang mengatasnamakan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Dewi Sri kini menjadi sorotan tajam publik, lantaran diduga kuat digunakan sebagai alat tekanan untuk mengendalikan distribusi pupuk bersubsidi tahun 2026.
Alih-alih melindungi hak petani, surat tersebut justru memunculkan skema penyanderaan pupuk bersubsidi melalui ancaman penolakan penandatanganan e-RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok). Jika skenario ini dijalankan, dampaknya sangat serius: distribusi pupuk bisa lumpuh, masa tanam terancam, dan petani kembali menjadi korban permainan elite.

Surat yang diduga hasil pertemuan Jumat malam, 26 Desember 2025 itu secara terang-terangan menyatakan, apabila tiga kelompok tani—Tani Adil 1, Gading Mas 1, dan Tani Mulyo 1—tidak direalisasikan sebagai penerima layanan penyaluran pupuk bersubsidi melalui PPTS UD Gapoktan Dewi Sri, maka seluruh ketua kelompok tani Desa Jombang sepakat menolak menandatangani e-RDKK 2026.
Pernyataan ini dinilai bukan lagi sekadar sikap organisasi, melainkan bentuk pemaksaan kolektif yang menjadikan administrasi negara sebagai sandera demi kepentingan tertentu. Padahal, e-RDKK merupakan instrumen vital penentuan hak petani atas pupuk bersubsidi.
Tidak berhenti di situ, surat tersebut juga memuat ancaman akan melaporkan kepada aparat penegak hukum apabila ditemukan tanda tangan atau stempel kelompok tani yang dianggap dipalsukan atau dimanipulasi. Ancaman ini memperkuat dugaan adanya upaya intimidasi untuk membungkam pihak-pihak yang tidak sejalan dengan kehendak Gapoktan.
Surat kontroversial tersebut ditandatangani Ketua Gapoktan Dewi Sri Sudirman, Sekretaris Masruhin, Bendahara Moh. Sudarmaji, serta diperkuat tanda tangan 15 ketua kelompok tani se-Desa Jombang. Soliditas tanda tangan ini justru memantik pertanyaan serius: apakah ini aspirasi petani, atau konsolidasi kekuasaan segelintir elite?
Dampak surat itu langsung merambat ke lapisan bawah. Para pemilik kios pupuk bersubsidi ikut terseret dalam pusaran konflik. Ketua Paguyuban Kios Pupuk Bersubsidi Kecamatan Jombang, Masyhuri, menyebut surat tersebut sebagai sinyal keras ancaman boikot distribusi pupuk bersubsidi.
“Kalau ini benar-benar dilakukan, kios pasti disudutkan. Petani akan menuntut pupuk, sementara kami tidak punya kendali apa pun. Ini berpotensi memicu konflik terbuka,” tegas Masyhuri.
Situasi kian panas setelah muncul dugaan adanya intimidasi terhadap kios agar menjual pupuk bersubsidi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Dugaan serius ini disampaikan langsung kepada DPRD Jember dan kini tengah menjadi perhatian lembaga legislatif.
Anggota Komisi B DPRD Jember, Khurul Fatoni, menegaskan persoalan ini bukan isu biasa. Ia menyebut adanya indikasi tekanan agar kios melanggar aturan negara demi kepentingan tertentu.
“Ada dugaan intimidasi agar pupuk bersubsidi dijual di atas HET. Kalau ini benar, jelas pelanggaran serius dan tidak bisa ditoleransi,” tegas Khurul Fatoni.
Ia juga menyoroti kejanggalan serius terkait ambisi pendirian kios oleh pihak yang diduga mendorong praktik penjualan di atas HET. Menurutnya, hal tersebut mengarah pada konflik kepentingan yang berpotensi pidana.
“Bagaimana mungkin orang yang diduga mendorong penjualan pupuk di atas HET justru ingin menjadi penyalur. Ini janggal.
Kami bersama Satgas Pupuk sedang mendalami apakah unsur pidana terpenuhi,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pengurus Gapoktan Dewi Sri belum memberikan klarifikasi resmi. Publik kini menunggu sikap tegas pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk memastikan pupuk bersubsidi tidak dijadikan alat tekanan, alat tawar-menawar, apalagi ladang kepentingan.
Satu hal yang jelas: jika pupuk bersubsidi disandera, maka yang dipertaruhkan bukan hanya administrasi, melainkan nasib petani dan ketahanan pangan. (Tim)






