Gemasamudra.com – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid mengingatkan, potensi konflik kepemilikan atas tanah adat atau ulayat jika proses pendaftaran tanah belum dilakukan secara menyeluruh.
Hal itu disampaikannya dalam Sosialisasi Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Administrasi Pertanahan dan Pendaftaran Tanah Ulayat di Auditorium Idham Chalid, Banjarbaru, Kamis (31/7/2025).
Dikutip dariTribunnews.com.Nusron mengungkapkan, dari total sekitar 2,05 juta hektare Area Penggunaan Lain (APL) di Kalsel, baru 1,2 juta hektare yang terdaftar dan terpetakan.
Artinya, masih ada sekitar 850 ribu hektare atau 42 persen yang belum memiliki kepastian hukum.
“Di antara luasan itu, sangat mungkin terdapat tanah ulayat milik masyarakat adat. Kalau tidak segera didaftarkan, suatu hari bisa saja ada individu atau korporasi yang mengklaim lahan tersebut, bahkan dengan bantuan oknum aparat desa atau pejabat,” tegas Nusron.
Ia mencontohkan kasus-kasus serupa yang pernah terjadi di Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan, yang berujung konflik antara masyarakat adat dan pihak pengklaim.
Menurutnya, pendaftaran tanah ulayat bukan sekadar formalitas, tapi bentuk perlindungan hukum atas hak komunal masyarakat adat.
Kalau sudah didaftarkan atas nama masyarakat adat, maka untuk pengalihan harus dengan persetujuan seluruh anggota komunitas adat. Ini bentuk mitigasi agar tanah adat tidak mudah dicaplok,” jelasnya.
Kementerian ATR/BPN, lanjutnya, telah mengidentifikasi beberapa titik tanah ulayat di Kalsel. Pihaknya mendorong agar proses administrasi segera dilakukan secara kolaboratif dengan pemerintah daerah dan tokoh adat.
Senada dengan itu, Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda juga menekankan pentingnya pendataan objektif terhadap tanah ulayat dan keberadaan masyarakat hukum adat.
Menurutnya, isu ini sangat relevan, terutama di daerah dengan potensi sumber daya alam yang tinggi seperti Kalsel.
“Ini persoalan klasik, tapi harus relevan. Harus ada kejelasan, mana tanah ulayat dan mana yang bukan. Kalau tidak, konflik bisa meledak sewaktu-waktu,” ujarnya
MRK mengapresiasi kerja Kementerian ATR/BPN yang telah memetakan empat titik tanah ulayat di Kalsel, yaitu di Kabupaten Kotabaru, Tapin, Hulu Sungai Selatan, dan Hulu Sungai Utara.
“kita butuh kepastian hukum agar masyarakat adat tidak tergilas oleh arus investasi dan pembangunan yang semakin kencang,” tambahnya.
Sementara itu, Pemprov Kalsel menyatakan komitmen untuk mendukung pelaksanaan Permen ATR/BPN tersebut.(**)