PRINGSEWU (GS) – Di tengah sorotan publik atas dugaan pelanggaran ketenagakerjaan di Kafe dan Resto Ummika, respons pihak manajemen justru menimbulkan pertanyaan baru. Alih-alih memberikan klarifikasi atas konfirmasi yang dikirim secara resmi sejak 10 Mei 2025, salah satu pemilik kafe malah merespons wartawan dengan nada yang terkesan merendahkan dan intimidatif.
“Kalimat seperti ‘Sudah hebat betul ya, Mbak’ dilontarkan ke wartawan kami yang hanya menjalankan tugasnya sesuai etika jurnalistik. Ini bukan sikap yang mencerminkan keterbukaan,” ujar Davit Segara, Ketua KWRI Kabupaten Pringsewu.
Pihak media sebelumnya telah mengirimkan surat permohonan konfirmasi resmi via WhatsApp terkait dugaan praktik ketenagakerjaan yang dinilai tidak sesuai ketentuan perundang-undangan. Namun sampai berita ini diturunkan, tidak ada jawaban substansial yang diberikan oleh manajemen Kafe Ummika.
Tak hanya itu, pihak kafe juga menggandeng sebuah media tandingan yang tiba-tiba muncul dan langsung menilai pemberitaan tersebut tidak berimbang serta cenderung menyerang. Pernyataan dari media tersebut dianggap mengabaikan prosedur jurnalistik yang telah ditempuh, termasuk upaya konfirmasi.
Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Pringsewu, Ahmad Fijayyuddin, ikut angkat suara. Ia menilai tudingan bahwa pemberitaan bersifat tendensius sangat tidak berdasar.
“Kalau memang merasa pemberitaan tidak berimbang, laporkan saja ke Dewan Pers. Jangan hanya bisa menilai dan berkoar-koar di media tandingan,” tegas Fijay.
Ia menambahkan, soal konten berita yang disajikan media sudah melalui verifikasi dan berdasarkan temuan lapangan serta keterangan dari sejumlah mantan karyawan.
“Buktinya, sudah banyak korban yang merasa dirugikan oleh pihak owner Ummika. Jadi sangat disayangkan jika muncul pihak-pihak yang tiba-tiba datang lalu menilai bahwa pemberitaan kami tendensius, padahal tak pernah melakukan verifikasi apapun,”tambahnya.
Baik KWRI maupun IWO sepakat bahwa media bekerja untuk kepentingan publik, bukan untuk menyerang. Namun ketika kritik dibalas dengan intimidasi dan opini sepihak, maka yang dirugikan bukan hanya wartawan melainkan demokrasi itu sendiri. (*)