Pringsewu – Polemik manajemen Cafe Ummika belum mereda. Setelah Komisi IV DPRD Pringsewu bersama Disporapar dan Satpol PP melakukan inspeksi mendadak (sidak) pada Jumat (16/5/2025) sekira Pukul 14.00 WIB, kini satu per satu mantan karyawan kembali angkat suara.
Pengakuan terbaru datang dari AG, mantan pegawai yang menyoroti dugaan manipulasi sistem kerja pasca-viral kasus tersebut.
“Dia pinter ngatur narasi. Setelah berita ramai, sistem diubah biar kesannya sudah baik. Karyawan baru pasti bilang ‘enggak ada masalah’, karena semuanya udah dibenerin,” kata AG kepada wartawan ini, Jumat (16/5/2025) malam.
AG mengaku pernah mengalami tekanan verbal, sistem kerja yang melelahkan, hingga gaji yang kerap terlambat.
“Kita itu kerja di bawah tekanan. Umpatan kayak bangsat, tolol, anjing, itu biasa banget,” ujarnya.
AG juga menyebut praktik denda yang diterapkan tanpa kejelasan, termasuk potongan karena hal sepele seperti potong rambut saat belum masuk jam kerja.
“Temen saya didenda cuma potong rambut jam 11 siang, padahal jam kerja dimulai jam 3 sore. Aneh banget,” ucap AG.
Soal perlakuan administratif, AG membenarkan praktik penahanan KTP yang sebelumnya ramai diberitakan. Menurutnya, KTP asli sempat ditahan, dan baru akhir-akhir ini diganti dengan permintaan fotokopi saja.
“Waktu kami, KTP asli ditahan. Sekarang katanya cuma diminta fotokopian, biar kesannya udah berubah,” jelasnya.
AG bahkan menyebut sistem evaluasi dan briefing yang berlangsung hingga subuh sebagai bentuk pelanggaran jam kerja.
“Briefing bisa sampai jam setengah 6 pagi. Kita protes, tapi katanya kalau kami hitung-hitungan kerja, dia juga hitung semuanya: makan, WiFi, tempat tidur. Padahal itu kan fasilitas dasar,” ucapnya lagi.
AG berharap pemerintah tidak berhenti pada sidak semata, tetapi membuat sistem perlindungan hukum yang konkret.
“Harus ada perjanjian tertulis antara owner dan pemerintah, disaksikan juga oleh karyawan. Jadi kalau dilanggar, ada sanksi,” tutupnya. ( * )