Pringsewu – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kelemahan serius dalam penetapan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Pringsewu. Akibat kelalaian Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), daerah berpotensi kehilangan penerimaan minimal Rp396,3 juta pada tahun 2024.
Masalah ini bermula dari penerapan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2024, setiap wajib pajak hanya berhak atas satu NJOPTKP sebesar Rp10 juta, meski memiliki lebih dari satu objek pajak. Namun faktanya, Bapenda masih memberikan NJOPTKP pada seluruh objek pajak milik wajib pajak, tanpa pengecualian.
Hasil pemeriksaan terhadap 106.302 wajib pajak menunjukkan, sedikitnya 25.765 orang memiliki lebih dari satu objek pajak dengan total 39.630 objek yang seharusnya tidak berhak mendapat keringanan NJOPTKP. Potensi kekurangan penerimaan daerah mencapai sedikitnya Rp396,3 juta.
BPK menilai kelalaian ini disebabkan oleh lemahnya pengawasan Kepala Bidang Pendapatan Bapenda yang tidak memverifikasi hasil perhitungan aplikasi PBB online. Selain itu, basis data wajib pajak juga masih bermasalah karena tidak dilengkapi Nomor Induk Kependudukan (NIK), sehingga rawan terjadi duplikasi identitas.
Atas temuan tersebut, Bupati Pringsewu menyatakan sepakat dengan hasil audit BPK dan berjanji akan menindaklanjuti sesuai rekomendasi. BPK merekomendasikan agar Bapenda segera melakukan verifikasi ulang, perbaikan sistem aplikasi, dan sosialisasi penerapan NJOPTKP sesuai aturan terbaru. (*)