Pringsewu – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali menyoroti persoalan tunjangan transportasi dan perumahan pimpinan serta anggota DPRD Kabupaten Pringsewu. Hingga Semester II 2024, masalah yang sudah berulang kali diingatkan ini belum juga tuntas.
Dalam laporan pemantauan tindak lanjut, BPK menegaskan bahwa pengaturan tunjangan DPRD harus didasarkan pada asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas, dan standar harga setempat.
Artinya, penetapan anggaran tidak boleh asal comot angka, melainkan wajib mengacu pada hasil penilaian independen dari pihak berizin, termasuk harga sewa rumah dan kendaraan di wilayah Pringsewu.
Namun, meski Pemkab Pringsewu telah menyusun rancangan peraturan baru sebagai tindak lanjut, Peraturan Bupati (Perbup) tentang Standar Satuan Harga (SSH) tunjangan DPRD belum diterbitkan. Akibatnya, rekomendasi BPK terkait tunjangan ini masih masuk kategori belum selesai ditindaklanjuti.
“Ini menyangkut uang rakyat yang dialokasikan untuk fasilitas pejabat. Kalau dasar hukumnya lemah, maka berpotensi menimbulkan kerugian daerah dan mencederai prinsip akuntabilitas,” tulis BPK dalam laporannya.
Masalah tunjangan DPRD ini menjadi satu dari tiga rekomendasi BPK yang macet dalam periode 2019–2023. Publik menilai, keterlambatan Pemkab menuntaskan regulasi tunjangan DPRD ini menunjukkan adanya sensitivitas politik yang tinggi.
Rencana aksi sudah disiapkan Pemkab, namun tanpa regulasi yang jelas, persoalan tunjangan DPRD dikhawatirkan akan kembali menjadi temuan berulang pada audit keuangan berikutnya. (*)