Pringsewu — Warga Dusun Saribumi, Pekon Wates Selatan, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, terus dihantui bencana banjir setiap musim penghujan. Tidak hanya itu, infrastruktur jalan milik warga juga rusak parah. Warga menduga kuat bahwa dua tambang tanah urug galian C di wilayah perbukitan sekitar dusun menjadi biang kerok utama permasalahan lingkungan dan kerusakan infrastruktur ini.
Menurut penuturan warga setempat berinisial STR, kedua tambang tersebut telah beroperasi secara ilegal selama puluhan tahun, tanpa pengawasan yang jelas dari pihak berwenang.
“Sudah lebih dari 10 tahun tambang itu beroperasi. Setiap musim hujan, kami pasti kebanjiran. Belum lagi jalan-jalan kampung rusak karena dilewati truk pengangkut tanah. Aspal hancur, warga yang susah,” ujar STR, Senin (4/8/2025).
STR menyebut, dua tambang tersebut masing-masing dikelola oleh Herman dan Juari, yang menurut pengakuan warga tidak pernah menunjukkan bukti izin resmi kepada masyarakat maupun aparat lingkungan setempat.
Warga juga menjelaskan bahwa pihak tambang sempat membuat saluran air untuk mengalirkan limpasan air hujan dari bukit. Namun, saluran tersebut tidak mampu menampung volume air yang turun saat musim penghujan. Selain tidak sesuai dengan kontur wilayah, pengerjaan saluran itu pun dilakukan setelah warga melakukan protes keras kepada pemilik tambang. Akibatnya, genangan air tetap terjadi dan terus menghantui permukiman warga setiap tahunnya.
Secara ekologi, kawasan perbukitan di atas Dusun Saribumi merupakan wilayah tangkapan air yang dulunya berperan besar meredam limpasan air hujan. Namun aktivitas tambang terbuka telah mengikis seluruh vegetasi dan lapisan tanah penyerap air.
Akibatnya, air hujan yang turun deras tidak lagi meresap, melainkan langsung mengalir deras ke pemukiman warga dalam bentuk banjir permukaan (surface runoff). Banjir tahunan ini menggenangi puluhan rumah, dengan tinggi air mencapai 30–60 sentimeter.
“Sebelum ada tambang, kami tidak pernah kebanjiran. Sekarang bukan hanya rumah tergenang, tapi jalan pun sudah jadi seperti kubangan,” ujar STR geram.
Selain menyebabkan banjir, aktivitas tambang juga memperparah kondisi infrastruktur warga. Jalan-jalan kampung yang semula beraspal kini rusak berat karena dilintasi kendaraan tambang, khususnya truk bermuatan tanah.
“Setiap hari truk lalu-lalang, terutama waktu proyek ramai. Jalan kampung kami yang kecil dan tidak dirancang untuk beban berat jadi rusak total. Tidak ada kontribusi dari tambang, tapi dampaknya kami tanggung sendiri,” tambah STR.
Warga menyebut bahwa laporan dan keluhan telah disampaikan berkali-kali ke tingkat RT, desa, hingga kecamatan. Namun, sejauh ini, belum ada tindakan tegas dari aparat atau pemerintah daerah untuk menghentikan aktivitas tambang yang diduga ilegal itu.
Warga berharap ada intervensi tegas dari Pemkab Pringsewu, Dinas Lingkungan Hidup, dan aparat penegak hukum untuk melakukan investigasi dan menutup tambang yang dianggap telah merugikan lingkungan dan masyarakat tersebut.
“Kami bukan anti pembangunan, tapi harus jelas izinnya dan dampaknya. Ini sudah jelas merugikan kami bertahun-tahun, tapi dibiarkan. Kalau seperti ini terus, kepercayaan warga pada pemerintah bisa habis,” kata STR.
Hingga artikel ini diterbitkan, pihak Pemerintah Kabupaten Pringsewu, Dinas Lingkungan Hidup, maupun Satpol PP belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan tambang ilegal di Dusun Saribumi dan dampaknya terhadap warga. ( * )