Pringsewu (GS) – Dentuman betabuh dan alunan ketipung memecah kesunyian pagi di Komplek Pemda Pringsewu. Riuh rendah suara penonton yang memenuhi arena Festival Culture seketika terdiam ketika rombongan adat dari Lamban Balak Khaja Basa, penyimbang adat Lampung Sai Batin asal Pekon Sukaratu, Kecamatan Pagelaran, mulai memasuki area utama.
Dengan langkah berwibawa, penyimbang adat berjalan diiringi para pengiring berpakaian tradisional. Di belakangnya, tampak sepasang muda-mudi mengenakan busana adat pengantin Sai Batin, atau yang dikenal dengan sebutan “Maju”. Keduanya berjalan beriringan di bawah payung kebesaran, simbol kehormatan bagi keluarga dan leluhur.
Tak hanya menjadi pemandangan yang memukau, kehadiran mereka menghadirkan nuansa sakral yang sarat makna. Di tengah arak-arakan, tampak pula para pemuda menampilkan atraksi Pincak Khakot, pencak silat khas Lampung Sai Batin yang menunjukkan ketangkasan dan keberanian, diiringi dentuman ritmis betabuh yang membangkitkan semangat penonton.
Menurut Sahrun Nasir, (Adok Dalom Bina Marga) tokoh adat Lamban Balak Khaja Basa, penampilan mereka bukan sekadar hiburan semata, tetapi juga bentuk pelestarian warisan budaya yang telah turun-temurun dijaga oleh masyarakat Sai Batin.
“Kami ingin menunjukkan bahwa adat Sai Batin masih hidup, masih dipegang teguh. Tradisi ini adalah identitas kami, dan festival ini menjadi wadah untuk memperkenalkannya kepada generasi muda,” ujarnya adat dengan penuh kebanggaan.
Budaya Sai Batin sendiri dikenal sebagai sistem kemargaan tertua di tanah Lampung, dengan struktur sosial yang kuat dan berakar pada garis keturunan. Di Pringsewu, mayoritas masyarakat adat masih berasal dari marga Sai Batin, yang hingga kini tetap menjaga nilai-nilai luhur seperti penghormatan terhadap penyimbang (pemimpin adat), gotong royong, serta kesakralan dalam setiap upacara adat.
Festival Culture yang digelar Pemerintah Kabupaten Pringsewu kali ini menjadi ruang pertemuan berbagai unsur budaya, baik tradisional maupun modern. Namun, kehadiran Lamban Balak Khaja Basa menjadi sorotan tersendiri. Banyak pengunjung yang tampak antusias mengabadikan momen tersebut dengan kamera ponsel, terpukau oleh keindahan busana adat yang penuh hiasan emas dan warna-warna khas Lampung.
Lebih dari sekadar pertunjukan, keikutsertaan Lamban Balak Khaja Basa menjadi pengingat bahwa akar budaya tidak boleh terputus. Di tengah arus modernisasi dan globalisasi, tradisi Sai Batin masih mampu berdiri tegak, menjadi penanda jati diri masyarakat Lampung yang berakar kuat di bumi Pringsewu.
“Anak-anak muda harus tahu dan bangga dengan budaya Lampungnya sendiri. Karena dari sinilah identitas kita berasal,” tambah Dalom Bina Marga.
Dengan kehadiran mereka, Festival Culture Pringsewu tidak hanya menjadi ajang hiburan, tetapi juga ruang refleksi, bahwa di balik setiap tarian, pakaian, dan tabuhan gendang, ada sejarah panjang dan nilai-nilai luhur yang terus dijaga oleh para penyimbang adat.
Dan Lamban Balak Khaja Basa, dengan segala kebesaran adatnya, sekali lagi membuktikan bahwa budaya Sai Batin akan tetap menyala di hati masyarakat Pringsewu. (Fijay)