“Dibalut dalam ketulusan, Titin tak hanya menciptakan puisi, tapi juga menjadi inspirasi di komunitas sastra. Sebagai pencetus Komunitas Sastra Silatuhrahmi Lampung Barat, dia membuktikan bahwa cinta pada kata-kata tak mengenal batas. Sebuah perjalanan cinta yang terukir indah dalam ‘Riwayat Rindu’ dan sejumlah karya puitisnya yang mengalir indah seperti lautan emosi.”
Inspirasi Dalam Kata-Kata
Dekap eratlah dirimu dalam puisi cinta, Titin Ulpianti, perempuan berdarah Jawa Palembang yang melukis kisah asmara di antara kata-kata. Lahir di 13 Januari 1988, dia, anak sulung dari dua bersaudari, mengajak kita menelusuri liku-liku perasaan di dunia puisi.
Dalam peluk mesra Bumi Sekala Bekhak, Titin menjadi penyair Indonesia yang menari dengan kata-kata, mengukir puisi cinta sejati yang melampaui batas Lampung. Prestasinya melintasi panggung nasional, Asia Tenggara, hingga merayap ke panggung internasional, seperti Festival Sastra Internasional Gunung Bintan di Tanjung Pinang dan Tegal Mas Island.
“Embun Pagi di Lereng Pesagi,” sebuah antalogi pertama yang dilemparkan ke dunia pada tahun 2017 di Liwa, Lampung Barat. Dan tunggalnya “Riwayat Rindu,” sebuah nyanyian cinta penuh makna.
Namun, keanggunan puisi Titin tak hanya mekar dari pena pribadinya. Cahaya bakatnya merembes ke anak-anak asuh dari SMPN 1 Liwa dan SMPN 2 Sekincau. Mereka, para murid yang dipandu oleh Titin, menghadirkan dua karya indah, “Di Halaman Kata-kata” dan “Langit Sekala Beghak”.
Sebagai seorang ibu tunggal, Titin tidak hanya menciptakan puisi cinta melalui kata-kata. Ia juga menari di dunia kepenulisan dan menjadi bagian dari Dewan Kesenian Lampung Barat (DKLB), sebuah panggung di mana dia menari dalam komite sastra. Titin pernah menjadi jurnalis di simalaba.net dan memeluk erat komunitas kepenulisan, termasuk sebagai anggota aktif Penyair Perempuan Indonesia (PPI).
Tak hanya sebagai sosok penyair, Titin juga menjadi sumber inspirasi bagi komunitas sastra di Lampung Barat. Pada tahun 2015, bersama rekan-rekannya, dia menjadi pencipta Komunitas Sastra Silatuhrahmi Lampung Barat (Komsas Simalaba). Di sana, cinta pada kata-kata tumbuh tanpa batasan gender atau prestasi.
Berikut, titik-titik cinta Titin Ulpianti dalam sajak-sajaknya:
- “Embun Pagi di Lereng Pesagi” (2017)
- “Ku Nanti di Kampar Kiri” (2018)
- “Sepasang Camar” (2018)
- “Swara Masnuna” (2018)
- “Membaca Asap” (2019)
- “When the Days Were Raining” (2019)
- “Segara Sakti Rantau Bertuah” (2019)
- “Lelaki yang Rebah di Pangkuan” (2019)
- “Tegalmas Island Dalam Puisi” (2020)
- “Pandemi Puisi” (2020)
- “Kembara Padang Lamun” (2020)
- “Angin Ombak dan Gemuruh Rindu” (2020)
- “Penyair Berbicara tentang Kemerdekaan” (2020)
- “Di Halaman Kata-kata” (2020)
- “Riwayat Rindu” (kumpulan puisi tunggal 2020)
- “Pandemi Pasti Berlalu”
- “Perempuan Pengantin Puisi dalam Opera Tujuh Purnama” (2021)
- “Sayembara Puisi Bahasa Lampung” (2021)
- “Zazirah 8” (2021)
- “Umbul Pasiraman” (2023).
Dalam lantunan sajak Titin Ulpianti, cinta tak hanya menjadi kata-kata. Ia adalah tarian emosi, kilau bintang di langit kata, dan inspirasi yang tak berbatas.